Gitar produk dalam negeri menginspirasi musisi Rusia. Ada pula yang menamai band karena bencana tsunami di Aceh. Bagaimana kisahnya?
Sekelompok anak muda Rusia membentuk grup band metal di tahun 2007. Suatu ketika, saat asik latihan mereka ingin mencari nama band yang enak didengar. Ketika sedang hangat berdiskusi, seorang anggota band melihat bahwa gitar mereka made in Indonesia. “Ini dia nama yang cocok untuk grup band kita, Indonesia!”
Mereka terdiri dari empat personel: Coal yang berperan sebagai vokalis dan gitar, Santa bermain pada bass, Demian pada gitar serta Charlie pada drum dan perkusi.
Sejak terbentuk lima tahun lalu, group heavy metal bernama "Indonesia" itu sudah malang melintang mengikuti berbagai konser musik rock di berbagai tempat di Rusia. Pada tanggal 8 Juni 2011 misalnya, Indonesia tampil sebagai band pembuka saat grup band asal AS All That Remains melakukan tur di Saint Petersburg.
Selain urusan merek gitar, mereka juga berpandangan bahwa Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan budaya adalah refleksi dari musik yang memiliki jutaan warna dan rasa. Akhirnya, secara aklamasi dideklarasi nama Indonesia dipakai sebagai nama band. “Nama Indonesia eksotik, negaranya juga eksotik seperti halnya musik,” ujar Demian.
“Meskipun saya belum pernah ke Indonesia, tapi pengetahuan kami mengenai Indonesia juga kami dapatkan dari orang tua kami yang pernah berkunjung ke Indonesia 20 tahun yang lalu” ujat Santa.
Sumatra
peristiwa bencana alam tsunami bulan Desember 2004 yang melanda Pulau Sumatera, menyisakan rasa simpatik yang mendalam bagi sekelompok pemuda Rusia.
Enam orang pemuda Rusia di Moskow mengabadikan nama “Sumatra” menjadi nama sebuah kelompok musik beraliran extreme metal.
Alik Galstyan, anggota Sumatra yang saat itu duduk di bangku sekolah kelas 11 (kelas 2 SMA) mengetahui pemberitaan bencara tsunami dari siaran televisi selama berhati-hari. Hatinya gundah lalu mencari tahu melalui internet apa dan dimana “Sumatra” berada.
Nah, saat Alik dan teman-teman kelompok musiknya tengah mencari sebuah nama untuk grup musiknya, serta merta ia mengusulkan nama “Sumatra”.
“Kata tersebut indah didengar, tidak sulit diucapkan dan mudah diingat,” katanya.
Usulan Alik tidak serta merta diterima oleh rekan-rekannya yang juga mengusulkan nama-nama lain. Perdebatan terjadi. Namun Alik bersikeras dengan usulannya dan mengatakan kepada teman-temannya jika tidak menerima usulannya maka mereka dipersilahkan membentuk kelompok musik lain, sementara dirinya tetap dengan nama “Sumatra” dan akan mencari personil pengganti.
Akhirnya teman-teman Alik mengalah. Mulai 21 September 2005 nama Sumatra mulai dikibarkan sebagai band extreme metal.
Mereka sudah menelorkan beberapa album, seperti “The Sixth Circle” (2008) dan “Heliocratic Infinity” (2009)